Kamis, 03 Februari 2011

foto - foto ABG anak sekarang............G patut di contoh :










Juvenile Delinquency  (Kenakalan Remaja)

Masalah kaum muda dalam masyarakat modern keduanya menjadi perhatian besar dan menjadi subjek penting untuk studi akademis. Artikel ini berfokus pada satu bidang yang menjadi perhatian khusus yaitu kenakalan remaja alias juvenile delinquency, atau perilaku kriminal yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Studi tentang kenakalan remaja adalah penting baik karena kerusakan yang diderita oleh korbannya maupun permasalahan yang dihadapi oleh pelakunya.
Lebih dari 2 juta anak muda sekarang ditangkap setiap tahun untuk kejahatan yang serius, mulai berkeliaran sampai membunuh. Meskipun sebagian besar pelanggaran hukum remaja kecil, beberapa pemuda ini sangat berbahaya berani melaukan kekerasan. Lebih dari 700.000 pemuda dari 20.000 geng di Amerika Serikat, kekerasan geng jalanan dan kelompok dapat menimbulkan ketakutan ke seluruh kota. Pemuda terlibat dalam beberapa tindak pidana yang serius kini diakui sebagai masalah sosial yang patut mendapat perhatian. Pihak berwenangpun harus berurusan dengan pelaku ini, dan menanggapi berbagai masalah sosial lainnya, termasuk kekerasan dan pengabaian anak, kejahatan dan vandalisme di sekolah, krisis keluarga, dan penyalahgunaan narkoba.
Mengingat keragaman masalah ini, ada kebutuhan mendesak untuk melakukan strategi memerangi fenomena sosial yang kompleks seperti kenakalan remaja. Tapi untuk merumuskan strategi yang efektif menuntut pemahaman yang lebih terhadap penyebab juvenile delinquency dan pencegahannya.


Masalah-Masalah Remaja
Remaja adalah masa ketika identitas dikembangkan lebih besar (Erikson, 1963). Suatu kelompok anak berumur 11 tahun adalah betul-betul homogen. Bagaimanapun juga, 6 tahun kemudian ada beberapa yang menjadi anak nakal, yang lain menjadi siswa teladan, beberapa menjadi ahli matematika, ada yang pemain drama, dan yang lain lagi ahli mesin. Pengalaman di rumah dan di sekolah sebelum remaja, berperan penting dalam menentukan remaja sebagai individu. Demikian juga pengalaman di SMP dan SMA berperan penting dalam membantu siswa-siswa melalui masa-masa sulit untuk sebagian besar mereka.
Hampir sebagian besar anak remaja mengalami suatu konflik emosi (Blos, 1989). Untuk sebagian besar remaja, kekacauan emosi dapat ditangani dengan sukses, tetapi untuk beberapa remaja lari pada obat bius atau bunuh diri.
Kenakalan Remaja
Satu dari masalah yang paling serius dari remaja adalah remaja nakal atau delinquent, dan kebanyakan laki-laki. Remaja nakal biasanya berprestasi rendah. Biasanya mereka didukung oleh kelompoknya. Sebab-sebab terjadinya anak nakal atau juvenile delinquency pada umumnya adalah sebab yang kompleks, yang berarti suatu sebab dapat menimbulkan sebab yang lain. Para peneliti melihat banyak kemungkinan penyebab kenakalan remaja. Sedangkan para ahli sosiologi berpendapat bahwa kenakalan remaja adalah suatu penyesuaian diri, yaitu respons yang dipelajari terhadap situasi lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. Hasil penelitian Robbin (1986) berpendapat, kenakalan remaja akibat adanya masalah neurobiological, sehingga menimbulkan genetik yang tidak normal. Ahli lain berpendapat kenakalan remaja merupakan produk dari konstitusi defektif mental dan emosi-emosi mental. Mental dan emosi anak remaja belum matang, masih labil, dan rusak akibat proses condition sering lingkungan yang buruk.
Gangguan Emosi
Gangguan emosi yang serius sering timbul pada anak-anak remaja. Mereka mengalami depresi, kecemasan yang berlebihan tentang kesehatan sampai pikiran bunuh din i atau mencoba bunuh diri (Mosterson, 1987). Banyak anak remaja yang terlibat dalam kenakalan remaja, bertingkah laku aneh, minum minuman keras, kecanduan obat bius, alkohol, sehingga memerlukan bantuan yang serius. Pendidik-pendidik di sekolah menengah dan sekolah menengah atas harus sensitif terhadap fakta bahwa anak-anak remaja yang sedang mengalami masa-masa sulit dan gangguan emosional merupakan hal yang umum. Oleh karena itu, guru hendaknya mencoba mengetahui bahwa anak-anak remaja bisa mengalami depresi, putus harapan, tingkah laku yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan semua ini membutuhkan bantuan. Di sini peranan konselor dan psikolog amat penting.
Penyalahgunaan Obat Bius dan Alkohol
Penyalahgunaan obat bius dan alkohol bertambah secara dramatis akhir-akhir tahun ini. Beberapa dari siswa-siswa SMA, terutama di kota-kota besar, menggunakan mariyuana dan minum-minuman keras (bahkan sudah merambat ke desa-desa). Obat bius yang juga disebut sebagai drugs. Drugs terdiri dari hard drugs dan soft drugs. Obat keras (hard drugs) bisa mempengaruhi saraf dan jiwa si penderita secara cepat.
Waktu ketagihannya berlangsung relatif pendek. Jika si penderita tidak segera mendapat jatah obat tersebut, dia bisa meninggal. Sedangkan soft drugs bisa mempengaruhi saraf dan jiwa penderita, tetapi tidak terlalu keras. Waktu ketagihannya agak panjang dan tidak mematikan. Gejala siswa yang menggunakan narkoba antara lain: badan tidak terurus dan semakin lemah, tidak suka makan, matanya sayu dan merah, pembohong, malas, daya tangkap otaknya melemah, mudah tersinggung dan mudah marah.
Banyak remaja yang memakai narkoba karena mula-mula iseng, rasa ingin tahu, atau sekadar ikut-ikutan teman. Ada juga remaja yang menggunakan narkoba karena didorong oleh nafsu mendapatkan status sosial yang tinggi, ingin pengakuan atas egonya, serta untuk menjaga gengsi. Beberapa kelompok anak remaja lain menggunakan narkoba karena ingin lari dan kesulitan hidup dan konflik-konflik batin. Anak remaja merasa menjadi “orang super” jika bisa merokok dan diberi ganja dan diselingi minuman keras atau minum Wie Seng, semacam arak keras yang berkadar alkohol yang sangat tinggi. Segala kesulitan hidup, kesulitan di sekolah, di rumah bisa hilang lenyap diganti dengan rasa nikmat (teler) walaupun sesaat.
Usaha sekolah atau guru untuk menolong remaja yang terlibat dalam narkoba ini adalah mula-mula mencari sumber penyebab remaja menggunakan narkoba, sehingga guru dapat menanggulangi dan sumber tersebut. Usaha lain adalah melakukan tindakan preventif yang lebih praktis dan segera dapat dilakukan. Langkah-langkah yang dapat diambil misalnya melalui lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kehamilan
Kehamilan dan melahirkan anak bertambah di antara beberapa kelompok gadis remaja, terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Jika laki-laki remaja sering bertingkah laku sebagai anak nakal untuk mencoba membuktikan kemandirian mereka dan kontrol orang dewasa, demikian juga bagi gadis remaja. Mereka membuktikannya dalam bentuk seks dan di banyak kasus dengan mempunyai anak, sehingga memaksa dunia melihat mereka sebagai orang dewasa. Sejak melahirkan anak, gadis remaja menjadi sulit untuk melanjutkan sekolah atau mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peranan sekolah dalam membantu gadis yang mengalami “kecelakaan” sangat dibutuhkan. Sebaiknya, sekolah tidak mengeluarkan remaja yang hamil di luar nikah. Biarlah mereka tetap diperbolehkan meneruskan sekolah mereka sampai lulus sehingga memudahkan dia mencari pekerjaan.
Kenakalan remaja ditinjau dari hubungan sosiologis
Kenakalan remaja terjadi di antaranya karena kekosongan jiwa para remaja yang masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang orang tua. Kurangnya bimbingan dari kasih sayang orang tua dapat menyebabkan terjadinya kekosongan jiwa. Kekosongan jiwa dapat dialami siapa saja. Pada keluarga mampu, banyak disebabkan kesibukan orang tua, sedangkan pada keluarga kurang mampu biasanya lebih disebabkan masalah ekonomi sehingga keinginannya tidak kesampaian. Penyebab lain kenakalan remaja disebabkan demonstration effect, yaitu pola hidup yang memperlihatkan penampilan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya demi prestise dan gengsi.
Secara sosiologis, terjadinya kenakalan remaja banyak disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Persoalan nilai dan kebenaran yang kurang ditanamkan.
b. Timbulnya organisasi-organisasi non formal yang berperilaku menyimpang.
c. Timbulnya usaha-usaha untuk mengubah keadaan sesuai dengan trend.
d. Penghayatan dan pengamalan agama yang kurang.
Dengan mengetahui berbagai faktor yang menimbulkan juvenile delinquency tersebut, pihak-pihak yang terkait seperti orang tua, guru, teman, sahabat, para ahli sampai pemerintah tentu bisa bekerja sama menanggulangi kenakalan remaja saat ini.
 




Masalah Pergaulan Bebas Pria-Wanita
I. Arti pergaulan bebas
Bila kita meninjau kembali sejarah di negeri kita sendiri dan sejarah dunia pada umumnya, maka akan terlihat adanya banyak persoalan yang sama, peristiwa yang sama intinya walaupun berbeda waktunya. Dalam cerita roman Romeo dan Juliet yang termasyhur itu, yang mengisahkan suatu kisah cinta pada zaman yang lampau, jelas bahwa pada masa itu di Eropa tidak terdapat pergaulan yang bebas.
Juga dari otobiografi mengenai ratu-ratu dan anggota-anggota keluarga kerajaan, seorang puteri belum saling mengenal dengan pangerannya ketika ia dilamar.
Mereka baru berkenalan sesudah lamaran diterima. Belum dipersoalkan pihak manakah yang melamar, pihak pangerankah atau pihak puterikah. Pernikahan merupakan suatu hasil perundingan antara negara dan keluarga raja yang bersangkutan.
Hal yang sama juga terlihat di benua belahan Timur. Contoh-contoh yang tak terhingga banyaknya dapat kita ambil dari sejarah negeri kita sendiri. Bahkan bila ingatan orangtua masih dapat meraih jauh ke riwayat nenek moyang mereka, pastilah hal yang sama akan ditemukan pula, yakni pria dan wanita belum saling mengenal sebelum pernikahan atau persetujuan keluarga tercapai dan mereka memasuki hidup pernikahan.
Memang, dari macam-macam contoh dan perbandingan zaman tadi dapatlah dikatakan bahwa “lain dulu lain sekarang”. Karena perbedaan yang terdapat antara zaman ke zaman, maka persoalan yang dihadapi juga lain.
Dahulu tidak ada psikolog di sekolah, yang harus menyelesaikan persoalan pribadi murid-murid sekolah rendah, menengah dan atas atau di Perguruan Tinggi. Bahkan sekolah-sekolah hanya menerima murid pria. Kesempatan bersekolah bagi anak wanita belum banyak dinikmati di beberapa negara di Asia.
Syukurlah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang telah menjadi pelopor agar kesempatan memperoleh pendidikan dan kepandaian di sekolah terbuka bagi anak wanita dan anak pria.
Berkat tokoh emansipasi wanita R.A. Kartini dan para ibu lainnya yang telah memperjuangkan nasib wanita, pria dan wanita memperoleh kesempatan pendidikan yang sama. Dengan diperolehnya hak atas kesempatan pendidikan dan bersekolah yang sama antara pria dan wanita, tentunya mudah terjalin pergaulan bebas antara pria dan wanita. Kaum wanita tidak lagi dipingit, tidak lagi memperoleh pelajaran dan pengajaran yang terbatas di rumah sendiri. Kaum wanita tua dan muda dapat meninggalkan rumali untuk menuntut ilmu di sekolali dilain kota bahkan di luar negeri tanpa pengawasan langsung orangtua yang bersangkutan.
Dengan adanya kesempatan bersekolah yang sama, maka pria dan wanita dapat bertemu muka dengan bebas. Mereka dapat berdiskusi, membicarakan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Persoalan-persoalan yang dibicarakan tentunya tidak selalu hanya berkisar mengenai pelajaran dan pendidikan di sekolah. Hidup seseorang juga meliputi segi-segi lain di samping pendidikan. Segi-segi kellidupan lainnya sering Pula menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan yang lalu dibicarakan bersama.
Sejak pendidikan di Taman Kanak-Kanak, sudah terlihat bahwa ada beberapa anak tertentu sering mengelompok. Mereka merasa diri cocok dan sesuai, sehingga setiap saat bila diberi kesempatan bermain mereka akan berkumpul dan bergaul dengan teman-teman yang selalu sama. Sewaktu mereka masih kecil tidak terlihat perbedaan yang jelas antara anak pria dan wanita. Mereka berkumpul dengan teman yang cocok tanpa mempedulikan jenis, pria atau wanita.
Pada suatu saat terlihat selanjutnya bahwa pengelompokkan lebih banyak terjadi antar anak-anak sejenis. Anak wanita lebih senang bergaul dan menceritakan isi hatinya pada teman wanita, dan sebayanya anak pria mulai kesal bermain dengan anak wanita, karena mereka lebih senang bermain yang kasar. Mereka tidak senang kelembutan dan kehalusan anak wanita. Apalagi anak wanita sulit membendung mengalirnya air mata sehingga sering dicemooh oleh teman pria.
Meskipun saat itu pergaulan antar pria dan wanita diperbolehkan akan tetapi mereka sendiri membatasi teman-teman sepergaulannya dengan yang sejenis saja. Pergaulan dengan jenis yang berlawanan menimbulkan perasaan tidak senang, tidak tenteram dan canggung. Sebaliknya teman-teman sejenis mem-berikan rasa senang yang justru dicarinya dan hanya dapat di-peroleh dari teman-teman yang sama, pria atau wanita.
Baru pada masa berikutnya timbul keinginan bergaul secara lebih bebas, bergaul dengan teman-teman pria maupun teman wanita. Rasa ingin tahu muda-mudi juga terarah pada rasa ingin tahu akan teman-teman dari jenis yang lain. Ingin tahu ini tertampung dalam pergaulan bebas. Dalam pergaulan bebas, kaum muda-mudi dapat saling cari tahu mengenai sifat dan kepribadian teman-temannya. Dari keanekaan teman yang diperolehnya melalui pergaulan bebas ia mendapatkan pengetahuan yang luas mengenai sifat-sifat khusus wanita dan pria maupun ciri-ciri khas maing-masing.
Apakah pergaulan yang bebas dapat diartikan pergaulan yang bebas dari segala-galanya. Pergaulan yang bebas tanpa memperhatikan nilai-nilai moral dan sosial ? Manusia adalah makhluk sosial yang bertanggung jawab. Manusia sebagai makhluk sosial yang bertanggung jawab tidak mungkin hidup bebas dari segala-galanya. Manusia memang bisa hidup bebas dari belenggu penindasan, bebas dari ketakutan, bebas dari pengejaran, bebas dari penderitaan fisik maupun psikis. Akan tetapi manusia tidak bisa hidup terlepas dari hubungannya, baik langsung maupun tidak langsung, dari individu-individu lainnya. Manusia tidak bisa hidup wajar tanpa tanggung jawab.
Manusia dapat bergaul bebas akan tetapi dalam suatu ke-terikatan sosial. Manusia hidup dalam keterikatan tanggung-jawab atas kesejahteraan sosial. Juga pemuda-pemudi dapat bergaul dengan bebas, tetapi tidak boleh mengabaikan tanggungjawab sosial.
Dalam pergaulan bebas, bergaul dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja, selalu perlu diingat :
1) Tanggung jawab atas kesejahteraan sesama manusia.
2) Menghormati hak-hak dan harga diri wanita dan pria.
3) Berpegang teguh pada norma sosial, nilai-nilai moral dan tata susila, dan norma hukum.
Pergaulan bebas antara pria dan wanita dapat menjadi pergaulan yang tidak bebas lagi. Pada suatu saat pergaulannya menyempit dan hanya meliputi dua orang saja, seorang pemuda dan seorang pemudi.
Pergaulan bebas berarti pergaulan yang luas antara banyak pemuda dan pemudi. Tidak terlalu menekankan pengelompokkan yang kompak antara dua orang saja, akan tetapi antara banyak muda-mudi. Pergaulan yang sudah terbatas antara dua muda-mudi akan berarti adanya suatu kekhususan, sehingga orang mengatakan bahwa kedua muda mudi ini berpacaran.
Mengenali Gejolak Remaja.
Menasihati remaja tidak semudah menasihati anak-anak. Mereka bukan lagi anak TK atau SD yang bisa duduk manis ketika orang tua berbicara. Usia remaja, yang dimulai sekitar 14 tahun, adalah usia di mana manusia mengalami begitu banvak perubahan baik pada organ tubuhnva maupun pada aspek psikologisnya. Mereka yang awalnva anak-anak, kemudian masuk periode puber, disusul ke periode sclanjutnya, di mana hormon sangat memengaruhi fisik dan psikisnya, cenderung mengalami beragam gejolak temperamen.
Ada yang saat anak-anak pendiam, mendadak menjadi cerewet dan pandai bergaul ketika remaja. Atau kebalikannya, berubah jadi pendiam dan pemalu, padahal waktu anak-anak dulu is sangat pandai bergaul. Kenapa bisa begitu? Sebab memang scjak usia puber, seorang anak akan terus mengalami perubahan karakter. Kondisi ini memhuat orang tua agak kehingungan menghadapinva sebab sifat mereka berubah-ubah sesuai mood.
Mencoba menasihati mereka artinya mesti pandai-pandai membaca “medan perang”, mengatur strategi agar tidak terjadi kesalahpahaman. Sebab, kalau sudah salah paham, bukannva komunikasi yang baik yang terjalin melainkan pertengkaran. Lebih baik kita tnengenali dulu seperti apa perilaku anak remaja yang berusia serba nanggung ini: dibilang anak-anak, sudah tidak pantas, dibilang dewasa pun belum.
Remaja awal ini biasanya akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Cemas pada perkembangan fisik
Anak akan mengalami kecemasan, karena mengalami perubahan fisik yang mencolok, yakni tumbuh jakun, bulu-bulu di seluruh tubuh, juga kumis, dan mengalami mimpi basah. Saat masih SMP, mereka masih bercelana pendek, sehingga bulu pada kaki akan nampak jelas, dan wajar kalau mereka jadi malu akibat diejek teman. Suara pun ikut berubah, menjadi “sember”. Ini semua akibat mulai dominannya hormon testoteron.
Sedangkan pada anak perempuan, menstruasi mulai makin teratur, kadang disertai nyeri dan posing. Buah dada makin membesar. Semua perubahan itu membuatnya cemas, takut diketahui oleh teman lain, dijauhi, dan jadi risih sendiri.
Rangsangan nafsu menguat
Akibat gejolak hormon, mereka semakin merasakan rangsangan nafsu seks. Ada dua jenis respon, yaitu menjadi sangat reaktif, atau justru malu, dan menyembunyikannya. Baru mendengar cerita sedikit menyerempet ke arah seks saja, sudah heboh dan penasaran sekali. Sebagian remaja justru sudah sangat male sekali ketika bertatapan dengan lawan jenis.Tiap anak memiliki respon berbeda-beda, juga berubah-ubah. Di usia ini, libido mereka juga bergejolak, mudah terangsang oleh sedikit saja hal-hal berbau seks. Inilah mengapa orang tua perk memberi dasar moral, etika, dan agama, sebab tanpa dasar itu anak cenderung mudah tergoda. Orientasi seks mulai terbentuk. Jika tak diarahkan dengan benar oleh orang tua, dapat terjadi kasus di mana anak menjadi gay atau lesbian, bahkan biseks.
Mempermasalahkan penampilan
Akibat perubahan fisik itu, remaja belia ini jadi posing dengan penampilannya. Ada yang berusaha menutupi perubahan-perubahan tadi, ada juga yang justru ingin me-nonjolkannya karena bangga dan merasa berbeda dengan teman lain yang belum mengalami. Maka jangan heran kalau mereka jadi sangat peduli pada penampilan, berlama-lama di depan cermin, mengunci diri di kamar, rajin ke salon, dan berbelanja baju-baju modis.
II. Pacaran
Bila kita melihat pertumbuhan fisik muda-mudi, maka kita mendapat kesan bahwa mereka mengalami pertumbuhan tinggi badan yang hebat. Muda-mudi, tidak hanya menyamai tinggi badan orangtua mereka, bahkan melebihinya. Kaum remaja secara badani sudah kelihatan dewasa dan ingin menyamai per-buatan-perbuatan orang dewasa. Juga pengaruh bacaan, maja-lah, buku roman dan film menyebabkan muda-mudi meniru cara-cara tingkah laku dan komunikasi yang dapat mereka tiru dengan mudah. Yang paling mudah ditiru justru “permainan cinta” yang banyak di ambil sebagai inti daripada film. Puncak peniruan ini terlihat dalam pergaulan antar muda-mudi yakni pacaran.
Sering timbul pertanyaan, bail: pada orangtua maupun pada putera-puterinya, apakah pacaran itu dapat dibenarkan atau tidak. Pertanyaan ini memang sulit dijawab. Dalam menjawab pertanyaan ini selalu harus dipertimbangkan beberapa fak tor :
a) Umur Para muda-mudi yang terlibat dalam pacaran.
b) Sifat pacaran.
c) Tingkat derajat pacaran.
a. Umur
Faktor umur penting sekali. Makin lanjut usia pemuda-pemudi, diharapkan mereka juga lebih memperlihatkan kematangan. Taraf kematangan ini perlu supaya mereka dapat mempertimbangkan dengan baik sifat dan tingkat pacaran dalam hubungannya dengan batas-batas kesopanan. Makin muda usianya, makin sulit mempertimbangkan batas-batas kesopanan dan pembagian waktu. Sering terlihat murid-murid S.M.P. sudah mulai bergaul terlalu rapat dengan seorang kawan lain jenis. Ia juga bergaul terlalu dekat dengan teman sejenis. Pergaulan yang terlalu dekat dengan lawan jenisnya dan pertemuan yang terlalu sering dengan teman sejenisnya, mengobrol dan bermain musik tanpa batas waktu, akhirnya menye-babkan prestasi di sekolah menurun. Rapor dengan angka-angka merah menyebabkan “pergaulan anak” atau “pacaran” yang disalahkan.
Dari contoh ini jelaslah bahwa umur. yang terlalu muda menyebabkan para muda-mudi kurang mampu dalam membatasi kesenangan diri, kurang dapat membatasi diri dalam pembagian waktu belajar dan rekreasi. Mereka lebih mengutamakan rekreasi dan berkumpul dengan kawan-kawannya, akhirnya tugas belajar terdesak dan kurang mendapat perhatian. Pemuda-pemudi yang sudah lebih dewasa dan masih belum belajar membatasi diri dengan pembagian waktu yang ketat akan mengalami kegagalan di sekolah. Dengan demikian umur yang memberi kematangan untuk bisa mempertimbangkan sesuatu, harus disertai pendisiplinan diri dalam hal waktu belajar, bekerja dan rekreasi serta dalam pembagian yang tepat antara tugas dan pergaulan.
b. Sifat pacaran
Pergaulan bebas, sering dimulai dengan pergaulan yang biasa dikenal sebagai pacaran. Mungkin saja dua muda-mudi yang pulang dari sekolah dan searah perjalanannya ke rumah masing-masing, kalau pulang bersama maka sudah dikatakan pacaran. Belajar dan studi bersama, sudah menimbulkan kekhawatiran pada orangtua karena sudah terbayang suatu “pernikahan”. Padahal pergaulan ini, sebetulnya hanva merupakan persahabatan atau perkenalan yang lebih sedikit daripada yang biasa. Sebetulnya pergaulan demi usaha mengenal lebih mendalam perlu untuk menambah pengetahuan tentang pribadi-pribadi yang akan dihadapi kelak di masa dewasa.
Ada kalanya seorang pemuda mengunjungi seorang pemudi untuk memin jam catatan pelajaran. Seorang pemuda membantu teman sekclasnya dengan soal-soal matematik. Seorang pemudi membantu teman sekelas pria dengan pekerjaan rumah bahasa asing.
Sepulangnya pemuda tersebut pemudi itu dimarahi orang tuanya dan teman pria tersebut tidak boleh melewati ambang pintu rumah itu lagi, “tidak pantas anak-anak yang masih di bangku sekolah sudah pacaran”.
Memang benar tidak pantas bahwa murid-murid sekolah sudah mulai pacaran, padahal masa dewasa dan kemungkinan pernikahan masih terlalu jauh. Akan tetapi apakah pergaulan dalam rangka belajar bersama ini disebut pacaran ?
Dari contoh-contoh yang kira-kira senada dengan contoh ini maka hal ini sebenarnya tergantung pada orang yang menilai “pacaran” itu. Bila dua pemuda-pemudi yang kelihatannya bersahabat sudah dikatakan pacaran, maka dapat dikatakan bahwa itu adalah pacaran tingkat paling ringan. Dengan demikian untuk menghindari larangan orangtua akan pacaran, maka sebaiknya belajar bersama dilakukan dalam kelompok yang angkanya ganjil yakni misalnya tiga atau lima orang. Sesunggulinya pacaran meliputi juga unsur lain, bukan sekedar berkumpul untuk belajar, akan tetapi ada unsur rasa senang dari suasana ketika berdua itu. Ada perasaan bergelora yang timbul dari keadaan pertemuan itu. Seolah-olah ada “arus listrik” pada kedua insan yang berlainan jenis itu. Dan keadaan inilah yang disebut “pacaran”. Setiap sentuhan, seolah-olah menimbulkan aliran listrik.
c. Tingkat pacaran
Bila selanjutnya perasaan yang mulai timbul dengan pacaran diumpamakan dengan muatan listrik, maka jarak antara kedua individu yang sedang mengalaminya akan menentukan tingkat pacaran itu. Makin dekat, makin besar kemungkinan persentuhan yang dapat menimbulkan “kortsluiting” ataupun aliran listrik yang memberi percikan bunga-api cinta.


Sama halnya dengan “kortsluiting” pada listrik, maka aliran tersebut bisa bermanfaat dan memberi daya kekuatan akan tetapi dapat juga membawa bahaya kebakaran yang merusak, bila tidak dipersiapkan dan disalurkan dengan baik.
Dengan demikian muda-mudi, kaum dewasa muda yang masih jauh daripada kesanggupan membentuk keluarga, sebaiknya sangat berhati-hati dengan “main api cinta”. Perlu selalu mengingat jarak yang harus dipertahankan demi “keamanan” kedua pihak.
Lebih baik waspada terus demi ketenteraman hati. Sering-kali mereka yang membanggakan kekuatan hati nurani, akhirnya “terbakar” dan jatuh karena kelengahan sesaat. Dalam suasana pacaran kewaspadaan harus diperketat dan iman harus diperkuat demi menjauhkan diri dari godaan dan gangguan yang mudah timbul dan demi tercapainya cita-cita yang mulia.